Tuesday, October 5, 2010

Kisah Seorang Wanita

another old stuff. Love it even more :)
---
“Pikir lagi, Nak,” ibuku berkata untuk kesekian kalinya, “sekali lagi Ibu minta kamu berpikir ulang tentang keputusanmu itu.”
“Keputusanku sudah bulat, Bu. Aku akan melakukan apa yang sudah kukatakan kemarin. Siapa yang tahu berapa lama lagi orang itu ada di kota ini. Lagipula, kebetulan sekali, aku memang sudah lama menunggu untuk melihat dia, dan untuk memberikan barang ini baginya.”
“Yah, kalau itu keputusanmu, ibu mendukung saja,” kata ibuku akhirnya.



Kulangkahkan kaki ke rak di seberang ruangan. Aku memandangi benda itu berulang kali. Terbesit rasa ragu di pikiranku. Benarkah aku mau memberikan barang ini untuknya? Aku kembali ingat bahwa aku membelinya dengan upahku selama setahun, dan... ini adalah untuk masa depan keluargaku. Apakah benar aku akan begitu saja memberikannya untuk orang tersebut? Dan, apakah dia tahu dari manakah sumber uang yang kupakai untuk membeli barang ini? Bagaimana kalau...
“Bu, aku berangkat dulu ya,” seruku akhirnya. Ya, kuputuskan, aku akan tetap membawa barang ini, dan akan segera kuberikan kepadanya.

Aku berjalan pelan-pelan, aku tak tahu apa yang akan kukatakan padanya nanti. Sesekali aku memandang sekeliling. Ya ampun, mengapa orang-orang itu terus-menerus menatapku? Kutarik kain yang menutupi kepalaku agar menutupi dahiku. Mengapa mereka tidak berhenti melihatku? Mengapa mereka memandangku seperti itu? Berbisik-bisik satu sama lain, sambil menunjuk diriku? Aku tahu, aku bukan orang suci, aku bukan seorang yang bersih. Tapi mengapa mereka terus memandangku seperti itu? Apakah karena benda yang kubawa? Ya, aku tahu benda ini sangat berharga, akan tetapi, sebentar lagi, ini bukan milikku...

Aku terus melangkah. Dengan sengaja, kupercepat gerakan kakiku. Aku harus segera bertemu dengannya. Kudengar, dia ada di rumah seseorang bernama Simon. Ah, aku tahu rumahnya. Dulu, aku pernah pergi ke daerah itu. Biasalah, untuk urusan pekerjaan. Tapi aku tahu, orang bernama Simon ini tidak pernah melakukan apa yang dilakukan tetangganya. Setidaknya, begitulah yang dikatakan oleh klienku waktu itu. Ah, aku jadi mengingat kembali nikmatnya pekerjaanku. Hanya sebentar, tetapi besar pendapatan yang kuperoleh. Hanya bermodalkan paras dan suaraku, serta sedikit sentuhan di sana-sini, aku sudah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluargaku. Pekerjaan yang beresiko besar, memang. Apalagi belakangan ini, para imam sedang gencar-gencarnya mencari orang-orang seperti aku. Yang kutahu, sudah banyak temanku yang dihukum mati karena ketahuan. Hukuman rajam. Seram sekali. Akan tetapi, beberapa hari yang lalu aku mendengar cerita tentang orang ini. Ya, dari kabar yang kudengar, salah satu rekan sepekerjaanku dibawa kepada orang ini untuk dihukum. Orang ini pastilah seorang yang dihormati oleh masyarakat, dan pastilah, perkataannya berkuasa. Jika pada saat itu aku yang ada di posisi rekanku, pastilah aku sangat takut. Orang-orang di sekeliling sudah membawa batu di tangan mereka, tetapi... orang ini tidak! Yang ia lakukan malah menulis di tanah, lalu berbicara kepada orang banyak itu. Dalam sekejap, mereka menjatuhkan batu di tangan mereka, lalu pergi! Dan orang itu pun tidak menghukum rekanku itu. Ia hanya berpesan agar rekanku tidak berbuat dosa lagi. Hal itulah yang membuatku ingin bertemu dengannya. Aku ingin melihat orang yang telah menyelamatkan rekanku itu.

Ah, sudah hampir sampai. Kulihat rumahnya sangat ramai. Pastilah ada suatu pesta di sana. Pesta? Aduh, pasti banyak orang. Bagaimana kalau mereka melihatku? Apa reaksi mereka nantinya? Aku berhenti sejenak. Berpikir. Kupandangi benda di tanganku, kubulatkan tekadku, kumelangkah lagi.

Begitu sampai di pintu rumah yang kutuju, aku melihat orang itu! Ya, pasti dialah orangnya! Lihat, orang-orang yang lain sedang mendengarkan dia. Dan... apakah perasaan yang ada di dadaku ini? Tidak lazim. Ada yang beda di hatiku...

.
.
.

Ya Tuhan... Apa yang baru saja kuperbuat?
Aku hanya ingat aku menerobos masuk ke rumah itu.
Lalu aku peluk kakinya erat-erat. Aku tak layak memandang wajahnya.
Aku menangis di kakinya.
Rambutku... kupakai untuk menyekanya.
Dan benda yang tadinya akan kuberikan kepadanya, malah kupecahkan, dan isinya yang semerbak luar biasa itu, kutumpahkan di kakinya...
Tak henti-hentinya aku mencium kakinya.
Apa yang kulakukan? Mengapa aku melakukannya?

Tapi ada rasa damai di hatiku. Rasa yang sangat indah. Orang itu berkata bahwa dosaku telah diampuni! Ia tidak mengungkit tentang pekerjaanku. Ia tahu, ia pasti tahu bahwa aku seorang pelacur! Setidaknya, dulu aku seorang pelacur, aku berjanji untuk berubah mulai saat ini. Aku yakin, ia tahu bahwa aku berdosa. Orang-orang di sekitarnya tak berhenti-henti mengomentari apa yang kukerjakan. Mereka tak hentinya mengatakan siapa aku ini. Tetapi... tetapi... orang ini malah membelaku! Ya, aku tahu apa yang kurasakan di hatiku ini. Aku merasakan kasih yang luar biasa, kasih yang tak pernah kurasakan di dunia ini. Kasih orang itu memenuhi hatiku. Ya, pasti inilah yang membuat aku bertindak seperti tadi. Kasihnya yang benar-benar besar bagiku. Dan, aku telah diampuni! Air mataku kembali keluar. Dosaku... hidupku yang cemar... Aku telah diampuni! Sekali lagi, kuciumi kakinya.

Tak pernah aku merasa gembira seperti saat ini. Aku berjalan dengan langkah ringan ke rumah. Biarlah rambutku terurai tak karuan. Rambut ini adalah bukti kasihku padanya. Biarlah bajuku semerbak luar biasa. Wangi ini adalah wanginya cintanya padaku. Biarlah air mataku tak berhenti mengalir. Ini adalah air mata bahagia karena aku telah diampuni. Ya, aku telah diampuni.

Kubuka pintu rumahku, kupeluk ibuku erat, dan dengan lembut aku berkata di telinganya, “Bu, aku telah diampuni. Dia, Yesus, adalah benar-benar Juruselamat. Maukah Ibu percaya kepada-Nya?”

Aku telah diampuni!!!!!

gunz
13.06.09 - 1.22 AM
by His grace

3 comments:

  1. Wow....
    (sambil sibuk mengusap air mata)

    awalnya aku tak ada kesan bahwa ini cerita Maria Magdalena. Ya kamu benar, dengan menceritakan seperti ini, kita bisa sadar tentang hati seorang pendosa, yang sebenarnya adalah kita juga, meskipun mungkin dosanya lain.

    Very nice Hen! I like it
    (kok ngga promo di FB?)

    EM

    ReplyDelete
  2. Thanks, Kak :)
    Ini pernah aku post di FB, tapi waktu taon lalu, hehe... Nanti aku tag deh, Kak :)

    ReplyDelete
  3. Btw, iya... aku sendiri bingung banget waktu selesai nulis cerita ini. Lagi malem-malem dan mendadak pengen nulis tentang ini, kata-katanya pun kayak muncul begitu aja. Dan setiap kali aku baca ini, aku cuma bisa bilang "thanks God that You've saved me"...

    ReplyDelete